Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses
aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar
informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari
dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi
dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses
internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses
belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari
dalam tahap-tahap sebagai berikut:
a. Tahap Enaktif
a. Tahap Enaktif
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif
dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata.
b. Tahap Ikonik
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif.
c. Tahap Simbolik
Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran
diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang
pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua,
yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik.
Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu
tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta
antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1).
Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir
semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan
lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suhito, 2000:12). Salah
satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam
strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai
dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2003:1).
Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran
serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.
Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh guru
adalah dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah karena
dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat memberikan siswa
kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan
strateginya sendiri. Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran
matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media
pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Kurikulum 2006) yang berakarkan
pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (Depdiknas, 2003:8) menyatakan bahwa
potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal dan di dalam
proses belajar matematika siswa dituntut untuk mampu:
a. Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan,
b. Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya,
c. Melakukan kegiatan pemecahan masalah,
d. Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada orang lain.
a. Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan,
b. Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya,
c. Melakukan kegiatan pemecahan masalah,
d. Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada orang lain.
Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkannya proses belajar
matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun
pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas
yang mendukung kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran, memberikan kegiatan yang menantang, memberikan
kegiatan yang memberi harapan keberhasilan, menghargai setiap pencapaian
siswa (Depdiknas, 2003:5).
Selain itu di dalam mempelajari matematika siswa memerlukan konteks dan
situasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan usaha guru untuk:
- Menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga atau media pembelajaran yang menarik perhatian siswa
- Memberikan kesempatan belajar matematika di berbagai tempat dan keadaan
- Memberikan kesempatan menggunakan metematika untuk berbagai keperluan
- Mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan matematika baik di sekolah maupun di rumah
- Menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni di dalam pengembangan matematika
- Membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya.
Dari kurikulum di atas dapat ditegaskan bahwa guru dalam melakukan
pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan,
memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran
yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah
maupun di rumah.
Kepustakaan:
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas.
Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA UNNES.
Suhito. 1990. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang: FPMIPA IKIP Semarang.
Suyitno Amin, Pandoyo, Hidayah Isti, Suhito, Suparyan. 2000. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Pendidikan Matematika FMIPA UNNES
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas.
Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA UNNES.
Suhito. 1990. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang: FPMIPA IKIP Semarang.
Suyitno Amin, Pandoyo, Hidayah Isti, Suhito, Suparyan. 2000. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Pendidikan Matematika FMIPA UNNES